“SEKILAS DENGAN
KISAH PASKAH”[1]
Pendahuluan
Minggu- minggu Paskah (dalam
hal ini : peristiwa kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus) sudah didepan mata,
meski kehadirannya tidak semeriah Natal, namun pesta Paskah bukanlah kurang
besar maknanya bila dibandingkan dengan hari Natal. Sesungguhnya, makna peristiwa Paskah
adalah lebih besar dari peristiwa Natal. Karena Natal tidak akan ada
bila peristiwa Paskah itu sendiri tidak terjadi. Hari Raya Paskahlah awal dari
seluruh kilas balik cerita Natal, kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus. Karena tanpa
Paskah, kelahiran dan kehidupan serta pengajaran dan pelayanan Yesus tidak akan
ada bedanya dari guru-guru hikmat, para nabi dan Imam pada masa itu. Paskah
telah membuka kembali semangat pengembaraan dan petualangan manusia untuk
mencari fakta tentang keberadaan dan jati diri Yesus orang Nazaret.
Peritiwa Paskah itu sendiri adalah suatu
rangkaian peristiwa mulai dari malam-malam terakhir Yesus, penangkapanNya,
pengadilanNya, penyalibanNya, kematianNya, penguburanNya dan puncaknya adalah
kebangkitanNya.
Namun pesta Paskah itu sendiri bukanlah suatu perayaan yang baru dan
hanya milik orang-orang Kristen karena sesungguhnya Pesta Paskah itu sendiri
pada awalnya adalah perayaan orang Yahudi dan sampai sekarang juga masih meraka
rayakan sebagai salah satu perayaaan mereka.
PASKAH BAGI ORANG YAHUDI
Paskah di dalam Perjanjian Lama
Paskah (dalam bahasa Ibrani “Pesakh”) berasal dari kata kerja yang artinya
”melewatkan” dengan makna “menyelamatkan” (Kel. 12:13,27, dst). Hal ini
mengingatkan kita bagaimana Allah melalui malaikat-malaikatnya melewati rumah-rumah
orang Israel yang sudah berlabur darah sehingga ada keselamatan namun membunuh
putra-putra sulung Mesir. Dan ini jelas mengingatkan kita kepada keluarnya
bangsa Israel dari perbudakan Mesir (kel. 12).
Kemudian hari peristiwa ini mereka rayakan secara berulang-ulang (misynah
Pesakhim) setiap tahunnya pada bulan Abib (yang kemudian
disebut sebagai bulan Nisan adalah bulan musim menuai dan waktu terjadinya paskah pertama, dijadikan
bulan pertama dari tahun Yahudi sebagai penghormatan (Kel. 12 : 2; Ul. 16:1
; bnd. Im. 23:5 ; Bil. 9:1-5 ; 28:16).
Peristiwa Paskah di dalam Perjanjian Lama itu
ditandai dengan memakan Roti Tidak Beragi sebagai simbol ketergesa-gesaan
mereka seolah-olah mereka harus segera berangkat karena waktu yang sangat
sempit, paskah ini juga ditandai dengan penyembelihan anak domba jantan yang
kemudian dimakan bersama-sama dengan
roti tak beragi tersebut. Penyembelian anak domba jantan ini mengingatkan mereka tentang pengorbanan darah
anak domba menggantikan kematian anak sulung mereka.
Makna teologisnya:
bahwa anak domba sulung yang tidak
bercela dan tidak bernoda itu telah menggantikan nyawa dari anak-anak
sulung bangsa Israel. Kematian dan pengorbanan anak domba sulung itu menjadi
keselamatan dan kehidupan bagi bangsa Israel (umat Allah). Darah anak domba
yang tercurah menjadi kesempatan bagi bangsa itu untuk menjalani hidup baru.
Bagi bangsa Israel merayakan Paskah adalah menjadi tradisi yang turun
temurun diwariskan kepada generasi mereka. Dan merupakan parayaan terbesar yang
mereka laksanakan setiap tahunnya. Dari seluruh negeri bangsa itu setiap
orang-orang yang sudah dianggab dewasa (biasanya setelah umur 12 tahun) diwajibkan untuk datang ke
Yerusalem untuk bergabung untuk bersama-sama merayakan Paskah.[2]
Perayaan ini kemudian dirangkaikan dengan “Perayaan Pesta Pondok Daun”. Biasanya
bangsa Israel dari seluruh negeri sudah tiba di Yerusalem beberapa hari sebelum
hari paskah dan biasanya akan banyak yang menjajakan domba-domba paskah di
pelataran luar Bait Allah.
Paskah di dalam Perjanjian Baru
Perayaan Paskah di dalam Perjanjian Baru atau di jaman Tuhan Jesus jauh
sudah lebih berkembang. Paskah itu masih tetap dirayakan secara bersama dengan
seluruh warga atau orang-orang Israel dari seluruh penjuru, mereka datang ke
Yerusalem secara berkelompok-kelompok (ingat ketika Tuhan Jesus berumur 12
tahun dimana Ia diajak oleh Bapa-Ibunya ke Yerusalem!). Namun di dalam PB
makanan paskah itu sudah bisa dimakan di setiap rumah di seluruh wilayah kota.
Tidak hanya satu keluarga saja yang bisa merayakannya ta satu kelompok atau
perkumpulanyang sudah dianggab satu ikatan keluarga pun bisa merayakannya
(misalnya Yesus dan murid-muridNya).
Namun setelah kota Yerusalem pada tahun 70 M hancur, maka perayaaan
Paskah tidak lagi dipusatkan di Yerusalem, karena Yerusalem sendiri telah jatuh
ke tangan bangsa Roma. Keluarga-keluarga
Yahudi merayakan Paskah di rumah-rumah – kembali seperti perayaan Paskah di
jaman perbudakan Mesir. Sehingga kembali lagi ke tatacara dan bentuk paskah
yang pertama.
II. PASKAH BAGI ORANG KRISTEN
Orang Kristen tidak menolak untuk menerima bahwa Peristiwa Paskah di
Mesir adalah prototipe Peristiwa Paskah di Kayu Salib. Bukan hanya itu ritus pengorbanan,
ritus makan roti tak beragi, dan daging anak domba, juga ritus terlepas dari
kematian juga dinyakini adalah prototipe peristiwa-peristiwa Paskah di dalam
Yesus. Ritus makan roti tak beragi dinyakini sebagai prototipe dari Perjamuan
Kudus dimana roti tawar yang terbelah-belah dijadikan menjadi “menu utama” dari Perjamuan Kudus itu.
Daging anak domba yang telah disembelih dinyakini sebagai prototipe tubuh
(daging) Kristus yang dibagi-bagikan kepada seluruh yang layak menerima misa,
pengorbanan anak domba yang menyelamatkan bangsa itu adalah prototipe
pengorbanan Yesus yang menyelamatkan manusia.
Bagi orang Kristen Paskah adalah puncak karya keselamatan yang
dibawakan Yesus bagi manusia dan dunia. Peristiwa Paskah itu sendiri didahului
oleh berbagai peristiwa yaitu Masuknya Yesus Ke Yerusalem dengan disertai
seruan dan Yel-Yel Hosianna, sekarang dirayakan sebagai Minggu Palmarum, setelah
itu masuk ke dalam tradisi malam-malam Passion (bagi Kristen
Katolik hari-hari terakhir ini mereka beri nama Rabu abu dan Kamis Putih) pada
umumnya di hari-hari terakhir ini orang-orang Kristen melakukan puasa dan
Perjamuan Kudus, Setelah itu Jumat Agung. Pada hari Raya Jumat
Agung ini ibadah biasanya dilaksanakan untuk mengenang Jalan Penderitaan yang
ditempuh oleh Yesus (Via Dolorosa)[3],
Via Dolorosa ini kemudian dibacakan atau dipragmenkan di dalam ibadah
atau kebaktian hening. Hari Raya ini kemudian berlanjut pada hari
Minggu dini hari dimana biasanya banyak orang Kristen yang pergi ke kuburan
(atau pada jaman ini sudah lebih cenderung diarahkan ke gereja) dan bersama
sama dengan orang percaya lainnya mengadakan Kebaktian/Ibadah Subuh (bahasa
Batak : Marbuha buha ni Ijuk). Dalam ritus ibadah Subuh ini biasanya ibadah itu
akan dilanjutkan dengan “pencarian telur[4]
Paskah atau menghias telur atau bermain dengan Kelinci[5]).
Siangnya biasanya orang-orang Kristen merayakan paskah itu dengan Ibadah Raya
yang dilanjutkan dengan Perjamuan Kudus suatu pertanda sukacita atas kemenangan
Kristus atas kematian.
“HAPPY EASTER! HAPPY EASTER INDEED, JESUS IS RISEN!”
[1] Bahan pembekalan
“pengetahuan teologi jemaat”, disampaikan pada “Ibadah padang
NHKBP Pekalongan tanggal 31 April 2007 di Taman
Iman Gua Maria – Ambarawa oleh Pdt.
Bernard H. Pasaribu, Sth.
[2] Selain Paskah, ada 2 perayaan lain yang juga dirayakan secara
besar-besaran oleh bangsa Israel
yaitu Pesta Pondok Daun (pesta ini dilaksanakan untuk mengenang
bagaimana mereka sedang berada di padang
gurun, di setiap perhentian mereka pasti akan membangun pondok-pondok yang
dibuat dari dedaunan-biasanya perayaan ini dirangkaikan dengan perayaan paskah
itu sendiri. Yang kedua adalah Perayaan Pesta Panen (Gotilon) – Pentakosta:
hari raya ini meraka laksanakan setelah mereka tiba di tanah Kanaan dan setelah
mereka menikmati hasil pertanian dan peternakan mereka di Kanaan.
[3] Istilah “Via Dolorosa “ berasal dari bahasa Latin yang berarti “Jalan Penderitaan” yaitu sebutanuntuk
jalan yang dilalui Yesus dai kota
Yerusalem menuju penyalibanNya. Pada abad ke – 8 dibuatlah 14 tempat perhentian di sepanjang
rute Via Dolorosa. Tempat-tempat perhentian itu dibuat untuk mengingat
kejadian-kejadian penting yang dialami Tuhan Yesus sepanjang
perjalananNya menuju bukit Golgata. Dari keempat belas tempat perhentian
yang dibuat, memang tidak semuanya sesuai dengan apa yang
dituliskan di dalam Alkitab, beberapa diantaranya berhubungan dengan
tradisi dan tidak dituliskan dalam Alkitab.
Perhentian
1 dimana Tuhan Jesus dijatuhi
hukuman mati oleh Pilatus (Markus 15:15 )
Perhentian
2 dimana Tuhan Jesus mulai memikul salib (Markus 15 : 20b)
Perhentian
3 dimana Tuhan Jesus jatuh pertama kali
Perhentian
4 dimana Tuhan Jesus berjumpa dengan ibunya
Perhentian
5 dimana Simon dari Kirene memikul Salib Yesus (Markus 15 : 21 )
Perhentian
6 dimana seorang wanita mengusap wajah Tuhan Jesus
Perhentian
7 dimana Tuhan Jesus jatuh kedua kalinya
Perhentian
8 dimana Tuhan Jesus menghibur wanita Yerusalem (Lukas 23 : 27 -29)
Perhentian
9 dimana Tuhan Jesus jatuh untuk ketiga kalinya
Perhentian
10 dimana pakaian Tuhan Jesus
ditanggalkan (Markus 15 : 24b)
Perhentian
11 dimana Tuhan Jesus dipakukan
di kayu salin (Yohanes 19 : 18
– 19)
Perhentian
12 dimana Tuhan Jesus meninggal
(Matius 27 : 45-51)
Perhentian
13 dimana Tuhan Jesus diturunkan
dari salib (Lukas 23:50 -53)
Perhentian
14 dimana Tuhan Yesus dikuburkan
(Yohanes 19 : 41 -42).
Pada masa kini disetiap perhentian itu telah dibangun gereja biara atau
caphel-caphel tempat berdoa. Via Dolorosa ini mengingatkan kita akan
penderitaan Yesus demi menyelamatkan
manusia dari hukuman dosa. Ini sekaligus
peringatan bagi kita bahwa ada harga yang
harus dibayar ketika mengiring Yesus.
Yesus berkata : “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus…….memikul salibnya setiap
hari dan mengikut Aku” (Lukas 9
23)
[4] Telur identik dengan awal kehidupan. Pencarian dan
menghias telur adalah tradisi di Eropa untuk menyatakan bahwa hadirnya
kehidupan baru. Yesus yang telah mati dan bangkit kembali telah memberikan
kehidupan baru bagi manusia.
[5] Kelinci adalah symbol dari hewan yang sangat subur, di
satu waktu melahirkan hewan ini bias melahirkan sampai 8 atau 12 anak
sekaligus. Suatu makan dari kebangkita Yesus yang memberikan kesuburan da
cepatnya perkembangan dari orang-orang percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar